Kasus Penjualan LPG Tanpa Ijin, Kuasa Hukum Terdakwa, “Purnama Tak Layak di Pidanakan”

DEMAK (iPOLICENews) – Kuasa Hukum Muh Purnama yang terjerat kasus penjualan LPG tanpa ijin menilai penerapan unsur dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum ( JPU) tidak sesuai,  dan memohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kelas 1B Demak yang memeriksa dan mengadili perkara agar membebaskan kliennya dari segala dakwaan, karena dakwaan Jaksa Penuntut Umum mengandung kekeliruan sehingga menjadi cacat formal sebagaimana diatur dalam Pasal 143 ayat (3) KUHP, surat dakwaan tersebut batal demi hukum.

Permohonan tersebut tertuang dalam eksepsi (nota keberatan) yang dibacakan Advokat Gijanto dalam persidangan kedua di Pengadilan Negeri Demak, Rabu (29/09/21) sebagai sanggahan atas dakwaan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum dari Kejari Demak.

Dalam persidangan sebelumnya, 22 September 2021, Jaksa Penuntut Umum mendakwa Muh Purnama Bin Hani (51 tahun), warga Desa Kemiri RT 01/ RW 04 Kecamatan Gubuk, Kabupaten Grobogan dengan 2 pasal. Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum menyatakan, terdakwa pada 11 Juni 2021 di Desa Mangunan Lor, Kecamatan Kebon Agung, Demak, telah menyalahgunakan Pengangkutan dan/atau Niaga Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas, dan/atau liquefied petroleum gas yang disubsidi Pemerintah.

Terdakwa menyuruh Bambang Lesmono untuk mengantarkan/ menjual Tabung Gas LPG 3kg yang bersubsidi ( dari Semarang) untuk dijual ke daerah Kabupaten Demak, tepat di Desa Mangunan Lor, Kecamatan Kebonagung, Kabupaten Demak. Bambang Lesmono mengangkat/ membawa 112 Tabung Gas LPG 3kg bersubsidi dari kios milik terdakwa dengan mobil Pick Up Suzuki K 9709 EP.

Pada saat melakukan transaksi penjualan Bambang Lesmono didatangi dua anggota Sat Reskrim Polres Demak, Suharno dan Eko Sufianto menanyakan izin pengangkutan dan izin niaga Gas LPG 3kg bersubsidi. Karena tidak bisa menunjukkan izin, mobil yang bermuatan LPG 3 kg itu dibawa ke Mapolres Demak untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa Terdakwa tidak memiliki izin pengangkutan dan niaga. LPG dijual di wilayah Kabupaten Demak seharga Rp 17.500 per tabung. Dari harga itu Terdakwa memperoleh keuntungan Rp 1500 per tabung.

Atas perbuatan itu Jaksa Penuntut Umum mengajukan dakwaan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 55 UURI No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, sebagaimana telah diubah dalam ketentuan pasal 40 angka 9 UU RI No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Sedangkan dakwaan kedua adalah Pasal 106 UU RI No.07 Tahun 2014 tentang perdagangan, sebagaimana telah diubah dalam ketentuan pasal 46 angka 34 ayat (1) UU RI No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Kuasa Hukum Terdakwa yang terdiri dari, Denny Ocvanes Mulder, Engelbertus Kuswadi Gijanto, Bowo Leksono dan Suwardi dari Pos Bantuan Hukum Advokat Indonesia (Posbakumadin) menyatakan keberatan atas dakwaan JPU tersebut. Secara tegas dalam eksepsinya dikatakan bahwa penerapan unsur oleh JPU tidak sesuai dengan pasal yang didakwakan pada terdakwa.

menurut Koordinator Tim Kuasa Hukum Denny Ocvanes Mulder Dakwaan “menyalahgunakan pengangkutan dan/atau Niaga Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas, dan/ atau liquefied petroleum gas yang disubsidi pemerintah” yang termuat dalam dakwaan kesatu pasal 55 UURI No.22 Tahun 2002 tentang Minyak dan Gas Bumi, sebagaimana telah diubah dalam ketentuan pasal 40 angka 9 UURI No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang seharusnya berbunyi “Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan Minyak dan Gas Bumi dari Wilayah Kerja yang ditentukan, yang terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian Minyak dan Gas Bumi di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya.”

Ia menambahkan, Seharusnya penerapan unsur yang diuraikan adalah mengenai pasal 40 angka 9 UURI No.11 tentang Cipta Kerja mengenai eksploitasi, bukan pasal 55 UURI No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang telah diubah. Pasal 40 angka 9 UURI No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja juga tidak dapat diterapkan dalam perbuatan terdakwa karena pasal ini hanya menjelaskan mengenai pengertian Eksploitasi itu sendiri, tidak ada delik dalam pasal tersebut.

Penerapan unsur pada dakwaan kedua oleh JPU juga tidak sesuai. JPU menerapkan unsur “melakukan kegiatan usaha perdagangan yang tidak memiliki perizinan di bidang perdagangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (1)” yang termuat dalam dakwaan kedua pasal 106 UURI No.07 Tahun 2014 tentang Perdagangan, yang seharusnya sebagaimana telah diubah dalam ketentuan pasal 46 angka 34 ayat (1) UURI No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.Pasal 46 angka 34 ayat (1) tidak ada dalam UURI No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sehingga tidak ada unsur yang dapat diterapkan dalam dakwaan tersebut.

menurutnya, yang wajib memiliki Perizinan Berusaha adalah Badan Usaha ( Agen) bukan penyalur ( pangkalan) ataupun pengecer sesuai ketentuan pasal 23 UURI No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Tidak ada sanksi pidana terhadap pengecer sebagaimana dalam pasal 23 (A) UURI No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ayat 1, yang berbunyi “ setiap orang yang melakukan Kegiatan Usaha Hilir tanpa Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 23, dikenai sanksi administratif berupa penghentian usaha dan/ atau kegiatan, denda, dan/ atau paksaan Pemerintah Pusat”

Atas alasan hukum Tim Kuasa Hukum mengajukan permohonan kepada Majelis Hakim untuk memutuskan perkara tersebut dengan amar, menerima dan mengabulkan eksepsi, menyatakan proses pemeriksaan terdakwa cacat hukum, menyatakan surat dakwaan JPU tidak dapat diterima dan batal demi hukum, membebaskan terdakwa dari segala dakwaan dan memulihkan hak terdakwa semuanya.

Kasihi Rakyat Kecil

Denny juga menyatakan lembaganya, Posbakumadin sangat peduli terhadap terwujudnya hukum yang berkeadilan di negeri ini. Dia berharap jangan sampai rakyat kecil, karena ketidaktahuan dan ketidakmampuannya menjadi korban penerapan hukum yang tidak tepat.

“Purnama ini sebagai contoh. Dengan mengambil selisih harga Rp 1500 per tabung, berapa penghasilannya perbulan? Umpama sehari bisa jual 100 tabung, berarti pendapatan sekitar Rp 150 ribu. Itu pendapatan kotor, belum dikurangi bensin dan tenaga penjualnya. Hati nurani ini tidak bisa menerima kenyataan jika orang kecil seperti ini jadi korban kesalahan penerapan hukum,” Ungkapnya, Kamis (30/09/21).

Padahal, lanjut Denny, peraturan perundang- undangan itu sudah mengakomodasi kepentingan itu secara lebih adil. Sanksi bagi perusahaan besar yang melanggar sudah tersedia. Begitu juga sanksi bagi rakyat kecil seperti pengecer juga disesuaikan dengan kapasitasnya.

“Janganlah peraturan yang ditujukan pada pengusaha besar dipaksakan diterapkan pada mereka“ pintanya.

“Kami akan terus berjuang untuk rakyat kurang berdaya seperti Purnama ini. Dakwaan JPU itu tidak sesuai aturan perundang- undangan, sehingga hemat kami harus ditolak dan batal demi hukum,” pungkasnya. (Nn)

Halaman ini telah dilihat: 301 kali
Mari berbagi:

Berita Lainnya

This Post Has One Comment

  1. Negara ini Kuat Karena rakyat kecil yang masih mau berjuang dengan sisa sisa tenaganya , mohon di maklumi ,dibantu dan dibebaskan dari ke-tidak pahamannya soal Hukum yg sedang berlaku di negeri ini, apalagi Rakyat kecil lagi bangkit di masa pandemi untuk bisa bertahan hidup dan selama tidak memperdagangkan barang yg melanggar hukum.

    Salam satu hati _Suara Rakyat Kecil

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *