SEMARANG (iPOLICENews) – Paguyuban Kepala Desa (Kades) Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus membuat laporan ke Propam Polda Jawa Tengah terkait dugaan adanya oknum 4 anggota Polda Jawa Tengah melakukan tindakan pelanggaran kode etik dan penyalahgunaan wewenang jabatan sebagai polisi.
Pasalnya, oknum yang diduga polisi itu dinilai sangat meresahkan, dimana mereka meminta laporan masalah proyek yang ada di desa tersebut.
Kepada awak media, Ketua Paguyuban Kades Kecamatan Kaliwungu, Aan Setyawan mengatakan, pelaporan ini bermula adanya 4 oknum yang diduga polisi dari Polda Jateng memberikan surat undangan kepada seluruh Kades yang ada di Kecamatan Kaliwungu. Oknum polisi tersebut diduga menanyakan perihal pelaporan atas penggarapan proyek.
Padahal, untuk yang terkait pelaporan garapan proyek, pihaknya telah membuat laporan pertanggung jawaban (LPJ) kepada kecamatan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD), dan Inspektorat.
“Jika ada kesalahan dalam pelaporan proyek, maka yang bertindak adalah dinas yang memiliki wewenang, bukan dari pihak kepolisian,” kata Aan usai melaporkan kasus tersebut ke Propam Polda Jateng, Jumat (15/10/2021).
“Para oknum itu tanya-tanya masalah proyek, terus masalah yang apa. Kami sendiri tidak tahu ujung pangkalnya. Seandainya kami ada kesalahan, ada mekanisme sendiri. Bahkan kami sudah melaporkan kepada atasan, baik camat maupun dinas PMD, karena mereka yang berhak menangani desa,” kata Aan.
Aan menyebutkan bahwa sebelumnya oknum yang diduga polisi tersebut memberikan undangan kepada 9 kepala desa di Kecamatan Kaliwungu melalui pesan Whatsapp.
Sembilan desa tersebut adalah Desa Garung Kidul, Garung Lor, KedungDowo, Bakalan Krapyak, Karang Ampel, Prambatan Kidul, Gamong, Setrokalangan, dan Papringan.
Atas pemberian undangan tersebut, Aan bersama rekan-rekannya mengaku bingung karena tidak tahu maksud dan tujuan dari oknum polisi itu.
“Saya bersama teman-teman tidak tahu maksud dan tujuan undangan itu. Apalagi selama ini kami disibukkan penanganan Covid-19 dan masyarakat,” ujarnya.
Setelah undangan dikirim oleh oknum polisi kepada Kades, pihaknya diminta untuk membawa berkas pekerjaan. Namun saat itu, Aan dan kades lainnya memutuskan untuk tidak bertemu dengan oknum polisi tersebut.
“Saya dan rekan-rekan tidak datang. Namun selang kisaran 3 minggu atau 1 bulan, oknum yang diduga polisi itu kembali mengirim surat yang sama, dan kami disuruh membawa berkas. Kemudian pada tanggal 12 Oktober, beberapa oknum yang diduga polisi yang mengaku dari unit IV subdit IV Polda Jateng itu adalah AKP EL H, seorang Polwan yang datang ke PMD, dan satu lagi tidak diketahui namanya, “jelas dia.
Ia mengungkapkan, saat datang ke PMD, oknum yang diduga polisi ini tidak dapat memperlihatkan surat tugasnya. Karena tidak dapat memperlihatkan surat tugasnya, Aan bersama kepala desa lainnya hanya bisa menduga bahwa mereka anggota gadungan. Karena, pihaknya tak pernah melihat empat oknum polisi ini di wilayah Kudus.
“Saya sendiri kan enggak kenal dengan mereka. Mungkin kalau di Polres Kudus sedikit banyak kenal. Tapi ini enggak pernah ketemu sama sekali, seharusnya datang sekali bisa memperlihatkan surat tugas . Namun sekali datang langsung mengatasnamakan Polda Jateng. Bukannya enggak percaya, ksrens sekarang banyak orang yang mengaku sebagai polisi. Kalau polisi beneran tidak mengapa, terus kalau gadungan gimana,” tuturnya.
“Isi surat itu intinya oknum ini mengajak ketemuan. Tidak masalah jika bisa memperlihatkan surat tugas dari pimpinan,” tandasnya.
Pihaknya berharap, oknum yang mengaku polisi ini segera mendapatkan tindakan dari pimpinan kepolisian. “Saya berharap para oknum ini segera mendapatkan tindakan dari atasan. Saya tidak tahu, apakah mekanisme dari kepolisian seperti itu. Tidak ada kesalahan, kades mendapatkan surat undangan seperti itu,” ucapnya.
Noor Hadi selaku Ketua Paguyuban Perangkat Desa Kecamatan Kaliwungu menambahkan, sebenarnya jika ada proyek di desa, pemerintah desa sudah ada LPJ atas garapan proyek. Dan pihaknya sudah membuat LPJ kepada lembaga ke instansi yang berwenang mengatur desa.
“Kecuali instansi kami yang meminta bantuan kepada kepolisian. Ini enggak ada temuan, tiba-tiba kepala desa kami dipanggil. Kita sebagai perangkat bingung, ada apa sebenarnya,” imbuh dia. (Nn)