Buruh Kembali Berdemo Desak Gubernur Revisi Upah

SEMARANG (iPOLICENews) – Ratusan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) kembali menggelar aksi di depan Kantor Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo, Selasa (07/12/2021). Mereka mendesak Ganjar revisi penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK) yang dinilai  terlalu kecil.

Para buruh juga membawa tiga tuntutan kepada Gubernur Jateng, pertama Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng tidak menggunakan formula PP 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan untuk menentukan kenaikan UMK.

Ketua DPW FSPMI KSPI Provinsi Jateng, Aulia Hakim mengatakan, Mahkamah Konstitusi (MK)  pada 25 November 2021 menyatakan bahwa UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) dan turunan termasuk PP 36 tahun 2021 tentang pengupahan bertentangan dengan UUD 1945.

Ia melanjutkan, tuntutan kedua ialah Ganjar segera merevisi kenaikan UMK  yang tertuang dalam Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 561/39 Tahun 2021 tentang Upah Minimum pada 35 Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah.

“Kami meminta kepada Pak Ganjar untuk merevisi Keputusan Nomor 561 yang ditetapkan berdasarkan PP 36,” ujar Aulia, Selasa (7/12/2021).

Kemudian, kata dia, tuntutan ketiga meminta kebutuhan hidup layak (KHL) di masa pandemi Covid -19.

“Setidaknya memberi tambahan untuk membeli kebutuhan wajib pandemi Covid-19. Seperti masker, hand sanitizer, vitamin. Setelah kita survey kebutuhan masa pandemi Covid-19 muncullah angka diatas 10%. Atau bisa dikatakan 300-400 ribu. Makanya  Pak Ganjar harus memiliki terobosan Rakyat Jateng Makmur,” jelasnya.

Bagi dia, permintaan buruh terkait kenaikkan upah sebesar 10 persen dinilai masih dianggap wajar dan tidak melanggar aturan. Sebab, angka upah di Jateng yakni sebesar Rp 4 juta. Selain itu, pihaknya tidak sepakat dengan SE Gubernur nomor 561/0016770 tentang Struktur dan Skala Upah di Perusahaan Tahun 2022. SE tersebut dibuat setelah SK UMK ditetapkan tanggal 30 November 2021 kemarin.

“Menurut data kami hanya 13% saja dari jumlah 23.000 lebih perusahaan di Jawa Tengah yang menerapkan. Dan kami khawatir justru struktur dan skala upah ini kedepan bisa jadi menghilangkan UMK. Dimana SE ini bukan undang-undang dan hanya saran saja dan tidak mempunyai kekuatan hukum,” ungkapnya.

Dengan demikian, ia menegaskan dirinya bersama rekan-rekannya tetap melakukan penolakan terhadap UMK  yang ditetapkan saat ini. Apalagi, pihaknya sudah melakukan berbagai cara yakni salah satunya menghentikan mesin perusahaan.

“Hari ini kami melakukan yang dinamakan menghentikan mesin. Basis kami di FSPMI kami tarik semua ke Jalan Pahlawan. Kami akan lakukan ini sampai tanggal 10 November nanti. Dengan kawan-kawan federasi nanti kami lakukan tanggal 9,” tegasnya.(DK)

Halaman ini telah dilihat: 141 kali
Mari berbagi:

Berita Lainnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *