SEMARANG (iPOLICENews) – Maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi di dunia pendidikan. Apalagi baru-baru ini, di Ibu Kota Jawa Tengah terjadi kasus kekerasan seksual di salah satu perguruan tinggi swastanya.
Merespon hal itu, Anggota Komisi D DPRD Kota Semarang, Dyah Ratna Harimurti menyayangkan adanya kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus. Hal itu dianggap cukup miris dan mencoremg dunia pendidikan.
“Kalau misalkan terjadi di kampus, kita sayangkan karena di sana tempat pendidikan, tempatnya orang pintar, tempatnya orang intelektual. Seharusnya tidak ada persoalan seperti itu,” ujar Dyah Ratna Harimurti saat dihubungi melalui sambungan telepon, Kamis (16/12/21) kemarin.
Kendati demikian, ia mengungkapkan pentingnya sosialisasi terhadap perempuan tentang kekerasan seksual. Salah satu upaya penecegahan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.
“Utamanya yaitu dukungan dan banyak sosialisasi kepada perempuan yang selama ini menjadi korban. Kita tidak menyalahkan atau mencari pihak- pihak yang salah, namun hal seperti itu bisa terjadi dimana saja. Apalagi, hukum yang mengikat di negara kita tentang kekerasan seksul dinilai sangat lemah,” katanya.
Menurut Dyah, selama ini antara perempuan dan laki-laki dinilai ketidaktahuan penyebab awal mula terjadi kekerasan seksual. Padahal, adanya kekerasan seksual bermula dari pelecehan. Sebab, kata dia, tindakan pelecehan sangat soft membuat para korban tidak mengetahui akan terjadi hal-hal tersebut.
“Menurut saya, awal tindak kekerasan seksual dari pelecehan. Karena pelecehan soft banget, banyak perempuan itu enggak tahu yang dilecehkan. Mungkin dengan iming iming apa kemudahan apa. Tentunya kita memperhatikan dengan sosialisasi tentang hal -hal mengarah ke kekerasan seksual,” tuturnya.
BACA JUGA : Ketua Semarangker: Benda Keramat Hanya untuk Koleksi
Di sisi lain, ia menekankan terhadap perempuan agar bisa waspada dan mawas diri untuk mencegah akan tindakan pelecehan maupun kekerasan seksual
“Pentingnya perempuan untuk mawas diri, karena kaya gitu bisa terjadi dimana saja lho,” ucapnya.
Saat ditanya apakah di Kota Semarang memiliki peratuan daerah (Perda) mengatur tentang kekerasan seksual, Dyah mengaku belum ada pembahasan Perda itu di dewannya.
“Perda khusus belum sampai kesana. Cuma secara pribadi, saya sering melakukan beberapa partisipasi buat anak-anak karangtaruna, anak muda selama ini jadi binaan saya bekerjasama dengan KJHAM. Salah satunya sosialisasi menghindari kekerasan dalam pacaran,” bebernya.
Sementara, ia mendorong RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) segera disahkan. Sebab, Dyah menilai hukuman para pelaku dinilai sangat lemah
“Dukung RUU TPKS, karena hukum para pelaku sangat lemah. Selain perempuan membekali diri dan berupaya mencegah. Perempuan perlu dibekali serta dilindungi,” ungkapnya. (DK)