BOYOLALI (iPOLICENews) – Industri Kecil Menengah (IKM) di Kabupaten Boyolali didorong agar bisa mendapat kucuran kredit dari kalangan perbankan. Selama ini, banyak IKM belum bisa mengakses perbankan karena berbagai kendala.
Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagperin) Boyolali, Karseno mengatakan, IKM selama ini belum sepenuhnya bisa mengakses perbankan, sehingga persoalan permodalan belum bisa terakses dengan maksimal.
Sedangkan pihak perbankan dinilai terkesan masih ragu-ragu dengan IKM. Melalui sosialiasi BUMN dengan tema Program KUR dan Lembaga Keuangan untuk Kredit Usaha Rakyat, Jumat (30/9/2022), Pihaknya berupaya mempertemukan kalangan perbankan dengan IKM agar berbagai kendala bisa dicarikan solusinya.
“IKM itu khan tidak mau berbelit-belit, sedangkan perbankan punya aturan-aturan sendiri,” kata Karseno.
Dikatakannya, IKM di Boyolali beragam jenis usahanya. Mulai dari makanan minuman, dan industri kecil lainnya. Sedangkan jumlah IKM yang terdata Disdagperin Boyolali mencapai sekitar 8.000 IKM.
Diakuinya, saat pandemi Covid-19 banyak IKM yang tiarap, dan kini mulai bangkit kembali. Banyak IKM yang tahan banting meskipun diterpa pandemi.
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Aria Bima mengajak IKM di Boyolali memanfaatkan kredit usaha rakyat (KUR) dari pemerintah. Keberpihakan pemerintah terhadap pelaku usaha terlihat jelas, khususnya terhadap skala menengah ke bawah.
“Saya lihat betul, (bunga) KUR dari 19 persen saat Pak Jokowi awal menjadi presiden, turun secara bertahap hingga saat ini menjadi 6 persen,” kata Aria Bima.
Bahkan, untuk bunga non-KUR di kisaran 12 persen. Meski saat ini pelaku usaha masih mengakses KUR, diharapkan mereka mulai menghitung keuangan dengan bunga normal.
“Jadi walaupun pelaku UMKM nyicil bunga 6 persen tapi penghitungannya dalam pembukuan tetap 12-14 persen. Jadi menghitung ongkos produksi dengan realistis,” katanya.
Bukan hanya bunga kredit tetapi penghitungan secara realistis tersebut juga termasuk untuk upah tenaga kerja. Dengan demikian, pelaku usaha akan tahu sejauh mana untung rugi usaha mereka.
“Kadang yang ikut ngurusi keluarga, tapi upahnya harus dihitung secara profesional, yang paling riil,” katanya.
Selain akses kredit, untuk pemasaran secara digital juga menjadi salah satu fokus. Saat ini era digital sudah sangat akrab dengan pelaku usaha mikro, khususnya di Boyolali.
“Harapannya pelaku UMKM akan makin mampu melihat pasar yang terus berubah, konsumen terus melihat berbagai produk di era teknologi karena pilihan banyak. Satu jenis makanan saja akan lihat kemasannya. Ini harus menjadi perhatian pelaku usaha juga,” katanya. (YD-TIM)



