Kekurangan Guru BK di Indonesia: Tantangan dalam Mendukung Kualitas Pendidikan

JAKARTA (iPOLICENews) – Jumlah guru Bimbingan dan Konseling (BK) di Indonesia tidak sesuai dengan jumlah siswa yang ada. Ketua Umum Pengurus Besar Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (PB ABKIN), Muh Farozin, menyebutkan bahwa saat ini kebutuhan guru BK mencapai 242 ribu orang.

Pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi X DPR RI di Jakarta pada tanggal 8 November 2023, Farozin menjelaskan, “Kebutuhan akan 300 ribu guru BK dikurangi dengan jumlah guru BK yang saat ini ada, yang berjumlah sekitar 58 ribu orang, sehingga terdapat kekurangan sebanyak 242 ribu guru BK.”

Menurut catatan Farozin, saat ini terdapat sekitar 58 ribu guru BK di Indonesia, baik yang memiliki status PNS maupun yang bukan. Sedangkan jumlah siswa di Indonesia, mulai dari tingkat SD, SMP, SMA, hingga SMK, berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), mencapai 45 juta orang.

Berdasarkan regulasi, idealnya satu guru BK seharusnya melayani 150 siswa. Dengan perbandingan ini, maka diperlukan 300 ribu guru BK untuk mencakup seluruh 45 juta siswa.

Farozin menekankan bahwa kekurangan guru BK sebanyak 242 ribu orang ini telah membuat banyak sekolah tidak memiliki tenaga guru BK, sehingga hal ini harus segera diatasi. “Bahkan secara populasi, guru BK di Indonesia hanya berjumlah 33 ribu guru untuk 18,8 juta siswa. Artinya, rasio antara guru BK dan siswa sebenarnya adalah 1:570,” ujarnya.

Padahal, menurut Farozin, peran guru BK memiliki peran sentral dalam membentuk kualitas siswa yang unggul. Guru BK memiliki pengetahuan yang luas untuk mendukung aspek psikologis siswa, termasuk memberikan bantuan ketika siswa mengalami masalah di lingkungan sekolah.

Selain itu, guru BK juga dilengkapi dengan kapasitas untuk mendeteksi dini kasus perundungan dan dapat mengatasi perilaku maladaptif yang dialami oleh siswa, baik secara individual maupun dalam konteks sosial sehari-hari. Mereka juga dapat melakukan pendekatan konstruktif dan melakukan kunjungan ke rumah siswa atau ke lingkungan keluarga dan teman-teman terdekat siswa untuk memahami secara menyeluruh masalah yang dihadapi oleh siswa. (RS/IPN)

Halaman ini telah dilihat: 204 kali
Mari berbagi:

Berita Lainnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *