BREBES (iPOLICENews) – Sudah tiga tahun Bendung Jembat di Sungai Pemali, yang berada di Dukuh Penanjung, Desa Pruwatan, Kecamatan Bumiayu, Kabupaten Brebes, rusak akibat tergerus banjir. Namun hingga kini belum ada tindakan nyata dari pihak berwenang untuk memperbaikinya.
Akibatnya, 148 hektar lahan sawah yang selama ini mengandalkan irigasi dari bendung tersebut mengalami kekeringan dan tidak bisa ditanami padi.
Kondisi ini membuat para petani di Desa Pruwatan frustasi dan terpaksa berulang kali memperbaiki bendung dengan cara swadaya.
Para petani bersama pemerintah desa telah puluhan kali melakukan gotong royong membuat bronjong bambu atau “dekem” untuk menahan aliran air sungai. Namun, setiap musim hujan tiba, bronjong yang dibuat dengan biaya dan tenaga sendiri selalu tergerus banjir dan rusak.
“Kami sudah jenuh memperbaiki bendung dengan cara memasang bronjong bambu. Bayangkan, belum sempat menikmati hasil panen, bronjong yang dibuat dengan biaya swadaya sudah hancur dibawa arus banjir,” keluh Warno (54), Pelaksana Teknik atau Ulu-Ulu P3A Desa Pruwatan, Senin (6/10/2025).
Warno menambahkan, meski frustrasi, mereka tetap bersyukur karena pihak desa selalu membantu, baik tenaga maupun konsumsi saat kerja bakti.
“Alhamdulillah pihak desa selalu ikut membantu para petani saat gotong royong. Tapi kalau terus begini tanpa perbaikan permanen, kami tidak tahu harus bagaimana,” ujarnya.
Kepala Desa Pruwatan, Rasiman, SH, menjelaskan, Bendung Jembat yang memiliki panjang sekitar 40 meter itu membentang di Sungai Pemali dan menjadi sumber pengairan utama bagi ratusan hektar sawah.
“Sekitar tahun 2022 bendung ini tergerus banjir. Padahal, kondisinya sudah lama rusak akibat erosi. Kami bersama petani sudah puluhan kali mencoba memperbaikinya dengan cara membuat bronjong bambu, tetapi selalu hanyut saat banjir,” kata Rasiman.
Ia menegaskan, kerusakan bendung tersebut berdampak langsung terhadap sawah di Blok Kampung Baru, Blok Talang Besar dan Kecil, Dukuh Wuru, Dukuh Genteng, hingga Blok Desa.
Totalnya, lahan yang terdampak mencapai 148 hektar berdasarkan data dari pelaksana teknis P3A.
“Kami mendesak agar bendung ini segera diperbaiki. Petani di sini hanya bergantung pada hasil sawah untuk mencukupi kebutuhan hidup,” tegasnya.
Kerusakan parah Bendung Jembat membuat harapan para petani dan pemerintah desa kini tertuju pada pihak berwenang. Mereka berharap ada langkah cepat dari pemerintah daerah dan instansi terkait untuk melakukan perbaikan permanen.
“Para petani di sini hidupnya dari sawah. Kalau air tidak mengalir, otomatis mereka tidak bisa menanam padi. Kami mohon agar ini menjadi prioritas,” tambah Rasiman.
Sementara itu, Plt. Kepala UPT Pemali Hulu Bumiayu, Muhammad Fatoni, ST, saat dikonfirmasi mengatakan bahwa pihaknya sudah melakukan langkah awal.
“Pihak PU Pengairan telah melakukan survei melalui konsultan untuk membuat desain perbaikan Bendung Jembat. Usulan pembangunan kembali bendung yang tergerus sudah diajukan,” ujar Fatoni.
Namun hingga kini, pembangunan fisik bendung tersebut belum terealisasi sehingga para petani masih terus menunggu kepastian.
Kondisi Bendung Jembat yang dibiarkan rusak selama tiga tahun menjadi peringatan serius bagi pemerintah daerah untuk segera turun tangan.
Kerusakan bendung ini tidak hanya mengancam ketahanan pangan lokal, tetapi juga memicu kerugian ekonomi bagi ratusan petani yang menggantungkan hidup dari hasil sawah.
Kehadiran solusi permanen seperti pembangunan ulang bendung menjadi harapan besar agar sawah seluas 148 hektar di Desa Pruwatan dapat kembali produktif dan kesejahteraan petani tidak terus terpuruk.( Alex/IPN )