Anies Respons UKT Mahal: Negara Harus Alokasikan Anggaran Lebih Banyak

JAKARTA (iPOLICENews) — Eks Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan merespons polemik biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang mahal. Ia menilai negara harus segera memutuskan secara bijak kepada pihak mana biaya UKT dibebankan.

“Kalau biaya [dibebankan] kepada keluarga, lebih besar dari pada diambil negara, maka yang mampu merasakan pendidikan tinggi adalah mereka yang sudah makmur,” kata dia di Muara Baru, Jakarta Utara, Minggu (19/5).

Anies menilai seharusnya negara memberi alokasi atau memberi subsidi lebih atas biaya pendidikan tinggi. Tujuannya agar masyarakat yang tak mampu secara ekonomi dapat menikmati bangku pendidikan tinggi.

“Negara harus alokasikan anggaran lebih banyak, menanggung biaya lebih besar, supaya rakyat, keluarga-keluarga kebanyakan bisa kuliah,” jelas dia.

Di samping itu Anies menyoroti kalangan warga menengah yang kerap kesulitan untuk mendapat bantuan biaya pendidikan tinggi.

Pasalnya, kaum menengah berada di antara garis kemiskinan namun tak bisa dianggap sebagai masyarakat mampu.

“Yang kesulitan itu adalah mahasiswa yang dari kalangan tengah. Mau bilang miskin dia tidak miskin, mau bilang makmur dia keluarganya belum cukup,” ucap eks gubernur DKI Jakarta itu.

Menurutnya akses untuk mengenyam pendidikan tinggi harus diberi secara adil kepada masyarakat. Sebab, ia menganggap pendidikan tinggi sebagai penghubung untuk memperbaiki kehidupan sosial dan ekonomi.

“Yang mendapatkan akses pendidikan tinggi derajat kesempatannya pekerjaanya lebih tinggi, kesempatan sejahtera lebih tinggi, karena itu kenapa pendidikan tinggi itu harus ada alokasi yang lebih banyak sehingga tidak ada situasi seperti sekarang,” kata dia.

Sebelumnya, biaya UKT tengah menjadi sorotan karena dianggap mahal dan tak berpihak kepada masyarakat miskin.

Mahasiswa ramai-ramai memprotes UKT di perguruan tinggi negeri (PTN) yang kian hari kian melejit. Mahasiswa Universitas Soedirman (Unsoed), misalnya, yang protes lantaran kenaikan uang kuliah mencapai hingga lima kali lipat.

Protes mengenai UKT mahal ini pun diperkeruh dengan respons dari pihak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Tjitjik Sri Tjahjandarie mengatakan, kuliah atau pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier alias pilihan yang tidak masuk dalam wajib belajar 12 tahun (SD-SMA).

Oleh sebab itu, pemerintah tidak memprioritaskan pendanaan bagi perguruan tinggi.

“Apa konsekuensinya karena ini adalah tertiary education? Pendanaan pemerintah untuk pendidikan itu difokuskan, diprioritaskan, untuk pembiayaan wajib belajar,” ujarnya.

(Yd-IPN/CNNI)

Halaman ini telah dilihat: 34 kali
Mari berbagi:

Berita Lainnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *